BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Jumat, 08 Januari 2010

Deplu Bayar Denda untuk Bebaskan Pejabat Migas

TEMPO Interaktif, Jakarta - Departemen Luar Negeri (Deplu) membayar denda untuk membebaskan Deputi Umum Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Hardiono, yang ditangkap petugas imigrasi Norwegia pada akhir Juni lalu. Dia ditangkap karena kedapatan membawa uang tunai sebesar US$ 54 ribu atau sekitar Rp 540 juta tanpa pemberitahuan.

"Berapa besar dendanya, saya lupa, karena kejadiannya pada 25 atau 26 Juni lalu," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri, Teuku Faizasyah, kepada Tempo, Senin (24/8).

Faizasyah mengatakan Deplu melalui perwakilannya di sana, Kedutaan Besar Indonesia untuk Norwegia, juga memberikan pendamping kepada Hardiono. "Pendamping itu seperti pengacara," katanya. "Mereka (pengacara, red) membantu aspek legalnya dan memakai bahasa setempat."

Bantuan seperti itu, kata Faizasyah, merupakan standar yang diberikan Departemen Luar Negeri kepada warga negara Indonesia yang memerlukan bantuan. "Tidak peduli pejabat negara atau bukan," ujarnya.

Hardiono ditahan pihak imigrasi Norwegia karena kedapatan membawa uang tunai sebesar US$ 54 ribu. Pejabat itu disangka melakukan money laundering (pencucian uang) karena membawa uang tunai di atas US$ 10 ribu di Stavanger Airport, Sola, Norwegia (Koran Tempo, 24 Agustus).

Sumber Tempo mengungkapkan, penahanan tersebut terjadi pada saat 11 pejabat BP Migas melakukan kunjungan ke Eropa pada pertengahan Juni lalu. Saat itu mereka akan melanjutkan perjalanan dari Norwegia menuju Belanda. Ke-11 pejabat itu antara lain Kepala BP Migas R. Priyono dan Kepala Divisi Eksternal Amir Hamzah. "Uang itu tidak di-declare (dilaporkan) petugas imigrasi," katanya kemarin.

Menurut sumber itu, petugas imigrasi membawa Hardiono ke ruang gelap berukuran 2 x 1 meter persegi untuk diinterogasi dan dijaga dengan anjing pelacak. "Dia sampai stres dan berteriak-teriak," ungkapnya. Dia dibebaskan setelah ada campur tangan Kedutaan Besar Indonesia di Norwegia.

Faizasyah menyatakan pihaknya tidak tahu apa alasan Hardiono membawa uang sebanyak itu. "Yang saya tahu, uang itu tidak di-declare (dilaporkan) dan melanggar aturan fiskal," katanya.

R. Priyono mengatakan kunjungannya ke Norwegia dua bulan lalu untuk melobi kontraktor minyak dan gas bumi agar tidak menurunkan investasi di Indonesia. "Pada 2008 kami dengar rumor bahwa kontraktor akan menurunkan investasinya karena cost recovery (biaya penggantian produksi minyak) akan dibatasi oleh pemerintah," ujarnya dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi Energi DPR kemarin.

Kunjungan itu, kata Priyono, merupakan rangkaian roadshow resmi yang biasa dilakukan BP Migas setahun sekali. Rombongan mendatangi kantor-kantor pusat perusahaan minyak dan gas bumi di Amerika Serikat, Kanada, Italia, Prancis, Inggris, dan Norwegia.

Dia menjelaskan, uang tunai itu merupakan dana taktis yang diusulkannya karena kartu kredit yang biasa dipakai perusahaan sering macet akibat krisis keuangan global. Selain untuk operasional selama di luar negeri, uang tersebut dipakai untuk mentraktir kontraktor minyak dan gas bumi. "Dalam kebijakan kami, tidak boleh ditraktir kontraktor kalau memang kami yang mengundang mereka sehingga harus bayar sendiri," kata Priyono.

Masalah ini sudah selesai di pihak imigrasi Norwegia. "Uang itu akan ditransfer mereka," ujar Priyono.

Anggota Komisi Energi Effendi Simbolon mempertanyakan alasan yang dikemukakan Priyono itu. "Uang tunai itu untuk apa?" katanya. "Kami di DPR saja kalau pergi ke luar negeri uang sakunya hanya US$ 275 per hari."

Namun, anggota komisi lain tidak mau memperpanjang masalah. Wakil Ketua Komisi Energi Sutan Bhatoegana mengatakan masalah ini sudah selesai. "Tidak ada masalah," katanya. "Mereka membawa uang itu karena biaya perjalanan di sana memang mahal."

0 komentar: